SEMIOTIKA, SEBUAH PENGANTAR SINGKAT

Semiotika atau Semiologi berasal dari kata Yunani: semei atau tanda, yaitu ilmu tentang tanda. Cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segal sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengguna tanda (Arief Adityawan S., 1999: 79). Sedangkan dalam webhttp://id.wikipedia.org/wiki/Semiotika, dijelaskan Semiotik, Semiotika atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda” atau “sign” dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya. Secara umum, semiotik didefinisikan sebagai berikut. Semiotics is usually defined as a general philosophical theory dealing with the production of signs and symbols as part of code systems which are used to communicate information. Semiotics includes visual and verbal as well as tactile and olfactory signs (all signs or signals which are accessible to and can be perceived by all our senses) as they form code systems which systematically communicate information or massages in literary every field of human behaviour and enterprise. Artinya, semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory (semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki) ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia.

Selanjutnya dijelaskan, awal mulanya konsep semiotik diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure melalui dikotomi sistem tanda: signified dan signifier atau signifie dan significant yang bersifat atomistis. Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi atau in absentia antara “yang ditandai” (signified) dan “yang menandai” (signifier). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa. Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda; petanda atau yang dtandakan itu termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor linguistik. “Penanda dan petanda merupakan kesatuan seperti dua sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure. Louis Hjelmslev, seorang penganut Saussurean berpandangan bahwa sebuah tanda tidak hanya mengandung hubungan internal antara aspek material (penanda) dan konsep mental (petanda), namun juga mengandung hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar dirinya. Bagi Hjelmslev, sebuah tanda lebih merupakan self-reflective dalam artian bahwa sebuah penanda dan sebuah petanda masing-masing harus secara berturut-turut menjadi kemampuan dari ekspresi dan persepsi.

Louis Hjelmslev dikenal dengan teori metasemiotik (scientific semiotics). Sama halnya dengan Hjelmslev, Roland Barthes pun merupakan pengikut Saussurean yang berpandangan bahwa sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Semiotik atau dalam istilah Barthes semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa obyek-obyek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana obyek-obyek itu hendak dikomunikasikan, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktivan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara lugas mengulas apa yang sering disebutnya sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam buku Mythologiesnya secara tegas ia bedakan dari denotative atau sistem pemaknaan tataran pertama.

Berbeda dengan para ahli yang sudah dikemukakan di atas, Charles Sanders Peirce, seorang filsuf berkebangsaan Amerika, mengembangkan filsafat pragmatisme melalui kajian semiotik. Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Peirce membuat klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Sedangkan legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda. Peirce membedakan tiga konsep dasar semiotik, yaitu:

  1. Sintaksis semiotik mempelajari hubungan antartanda. Hubungan ini tidak terbatas pada sistem yang sama. Contoh: teks dan gambar dalam wacana iklan merupakan dua sistem tanda yang berlainan, akan tetapi keduanya saling bekerja sama dalam membentuk keutuhan wacana iklan.
  2. Semantik semiotik mempelajari hubungan antara tanda, obyek, dan interpretannya. Ketiganya membentuk hubungan dalam melakukan proses semiotis. Konsep semiotik ini akan digunakan untuk melihat hubungan tanda-tanda dalam iklan (dalam hal ini tanda non-bahasa) yang mendukung keutuhan wacana.
  3. Pragmatik semiotik mempelajari hubungan antara tanda, pemakai tanda, dan pemakaian tanda.

http://achmadyanu.com/?p=259

PENINGKATAN KEAHLIAN DESAINER

Dewasa Sebagai seorang desainer grafis, tentunya Anda harus selalu meningkatkan kemampuan Anda. Mengapa demikian? Desain grafis adalah bidang yang cepat sekali mengalami perubahan baik kreatif maupun teknis. Sementara itu mudah sekali untuk terjebak dalam mempelajari keterampilan teknis baru, itu sama pentingnya untuk fokus memperbaiki dan mendorong batas-batas kreativitas kita sebagai desainer grafis yang baik. Anda harus bertekad untuk tidak membiarkan desain Anda tumbuh stagnan, melainkan melanggar dan meningkatkan dengan waktu. Berikut terdapat tips untuk meningkatkan keahlian sebagai desainer grafis yang akan membantu Anda terus belajar, memperkuat kreativitas dan menjadi desainer grafis terbaik.

 

Menjadi Kolektor

Tips pertama untuk meningkatkan kemampuan Anda sebagai desainer grafis adalah setiap kali Anda melihat sebuah desain yang menginspirasi Anda, kumpulkanlah dan bawalah pulang. Kumpulkan ratusan brosur dan poster, kemudian masukan kedalam 1 file. Dengan hal ini, jika Anda mengalami kebuntuan, Anda dapat membuka file Anda untuk mencari inspirasi.

 

Belilah Buku

Koleksilah buku-buk mengenai desain grafis. Setidaknya dalam 1 bulan, Anda dapat membaca satu buku mengenai kreativitas maupun teknis dalam desain grafis.

 

Baca Blog Mengenai Desain

Cobalah untuk belajar dari orang lain. Untuk menjadi desainer grafis yang baik, alangkah baiknya untuk Anda belajar dari orang lain. Sesekali bukalah blog mengenai desain. Karena pada zaman sekarang, web adalah salahsatu sumber informasi terbaik.

 

Buatlah Blog Desain

Setelah Anda membaca blog desain orang lain, sekarang waktunya Anda membuat blog desain Anda sendiri. Itu dapat membuat Anda lebih analitis dalam pekerjaan Anda sendiri.

 

Bergabunglah di Komunitas Desain

Sebagai desainer grafis freelance, bergabung dalam komunitas desain adalah suatu keharusan. Tidak hanya membuat Anda tetap up-to-date dalam dunia desain, tetapi juga bagus untuk umpan balik dan kritik.

 

Ambillah Banyak Foto

Fotolah setiap objek yang membuat Anda terinspirasi. Seperti bangunan, tekstur atau hanya sekedar bayangan. Tidak harus dengan kamera yang bagus, tetapi dengan kamera handphone Anda pun juga cukup baik.

 

Buatlah Proyek Palsu

Setiap Anda merasa tidak ada kerjaan, cobalah untuk membuat sebuah proyek palsu seperti menciptakan merek palsu untuk sebuah perusahaan. Desain logo, stationary, brosur, ataupun website. Ada baiknya untuk melakukan hal ini sekali karena itu membuat desain menyenangkan dan membuat kreativitas Anda bekerja tanpa keterbatasan.

 

Cobalah Buat Ulang Desain Orang Lain

Tidak ingin menciptakan merek palsu untuk desain? Cobalah mendesain ulang proyek orang lain. Bantuan ini adalah Anda mengevaluasi apa yang “mereka” lakukan salah dan apa yang Anda bisa berbuat lebih baik.

 

Cobalah Buat Ulang Desain Lama Anda

Daripada dihapus, lebih baik Anda coba buat ulang desain lama Anda. Mungkin Anda akan terkaget-kaget  betapa minimnya ilmu atau banyaknya kesalahan dalam desain-desain lama Anda.

 

Hadiri Kuliah atau Seminar

Belajar dari orang lain pun bisa Anda coba dengan menghadiri kuliah ataupun seminar yang dilaksanakan beberapa kampus. Anda pasti akan belajar satu atau dua pelajaran baru dari hal itu.

 

Bersosialisasi Dengan Desainer Grafis Lain

Dengan menghadiri kuliah atau seminar, Anda pasti akan bertemu dengan desainer grafis lainnya. Cobalah untuk bertukar nomor telepon atau email. Dengan memiliki jaringan dengan desainer grafis lain, Anda akan meningkatkan keterampilan Anda dan hal itu akan mendorong Anda untuk menjadi lebih baik.

 

Ambillah Kelas Desain

Banyak perguruan tinggi setempat memungkinkan Anda untuk mendaftar kelas tanpa mendaftar penuh waktu. Ini tidak hanya akan mengajarkan Anda beberapa hal-hal baru secara teknis, tetapi juga membuat Anda kembali di kelas rekan-rekan Anda.

 

Wawancara Desainer Grafis Lain

Selain akan mendapatkan jaringan atau kontak degan desainer grafis lainnya, Anda juga akan mendapatkan pengalaman yang menakjubkan. Dan tentunya mendapat pelajaran yang baik juga.

 

Lakukan Perjalanan

Jika Anda tidak sibuk, cobalah melakukan perjalanan ke luar kota atau bahkan ke luar negeri. Dengan melihat budaya baru, dan karya seni yang baru, itu akan membuat Anda membuka pikiran Anda ke dunia yang baru.

 

Pelajari Sesuatu yang Baru

Menjadi desainer grafis yang baik memang tidak mudah. Tetapi dengan mempelajari sesuatu yang baru, tanpa Anda sadari Anda akan terus meningkatkan kemampuan Anda.

 

Ambillah Buku Sketsa

Buku sketsa akan membantu Anda bekerja melalui ide-ide dengan cepat dan tanpa keterbatasan software desain. Dan tentunya, dengan buku sketsa Anda dapat menggambarkan ide Anda dimanapun Anda berada.

 

http://achmadyanu.com/?p=52

KOMUNIKASI UNTUK MENGHASILKAN KARYA-KARYA TERBAIK

Memunculkan karya terbaik dari karyawan merupakan tanda dari seorang pemimpin yang efektif. Namun secara efektif mengkomunikasikan apa sebenarnya yang diharapkan seorang pemimpin kepada karyaman bisa menjadi sulit. Gambaran yang tidak jelas dari harapan pemimpin menyebabkan proses yang tidak efisien dan kinerja di bawah standar. Karyawan bisa menjadi frustasi karena pekerjaan mereka dianggap tidak dihargai yang pada akhirnya membuat perusahaan tidak memiliki kinerja yang memuaskan. Terdapat beberapa cara untuk mengkomunikasikan secara jelas dan efektif dari harapan pemimpin kepada karyawan, yaitu sebagai berikut:

  1. Memperkuat target-target perusahaan. Seperti percakapan apa pun, pemimpin harus menggunakan bahasa yang sederhana dan langsung ketika mengkomunikasikan target-target tersebut. Kunci komunikasi yang efektif adalah kesederhanaan dan pengulangan pesan. Mendengar harapan itu sebanyak satu kali tidak akan membuat karyawan meresapi komunikasi.
  2. Jelaskan siapa, apa dan bagaimana. Untuk mengkomunikasikan ekspektasi yang jelas dalam lingkungan yang terus berubah, pastikan bahwa karyawan selalu tahu apa yang ingin dicapai perusahaan, bagaimana rencana untuk sampai ke sana, dan siapa yang akan melakukan apa untuk mencapai hasil tersebut. Kebanyakan kegagalan dapat dikaitkan dengan kesenjangan dalam kejelasan tentang salah satu dari tiga komponen tersebut.
  3. Perhatikan lingkungan kerja yang berkomunikasi dengan karyawan. Agar karyawan dapat memenuhi harapan, lingkungan kerja harus mendukung perilaku yang diharapkan. Setiap unsur budaya harus dapat memperkuat perilaku yang diharapkan untuk karyawan. Jika ekspektasi berlawanan dengan lingkungan, karyawan tidak akan dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan perusahaan.
  4. Ekspektasi yang efektif didukung oleh sistem penghargaan, serta struktur dan proses perusahaan. Misalnya, jika perusahaan mengharapkan karyawan untuk mengambil risiko, maka perusahaan perlu untuk memberikan penghargaan dan membentuk alur kerja yang memungkinkan untuk terjadinya kegagalan dari berbagai eksperimen yang dilakukan karyawan.
  5. Memahami kepentingan pribadi dalam diri karyawan. Karyawan pada dasarnnya datang ke tempat kerja dengan keinginan dan kebutuhan mereka sendiri, sehingga untuk mengenal setiap orang secara individual membantu perusahaan memastikan bahwa mereka memahami harapan perusahaan dan merasa termotivasi untuk bertemu dengan mereka. Dengan benar-benar memahami apa yang membuat mereka tergerak, apa yang memberi mereka energi dan tantangan apa yang mereka hadapi, seorang pemimpin dapat lebih efektif mendorong kinerja dan terjadinya perubahan perilaku. Luangkan waktu untuk membangun hubungan emosional dengan setiap karyawan yang dikelola. Tanyakan apa yang mereka perjuangkan, apa yang dituju dari menjalankan pekerjaan mereka dan apa yang mereka bergairah tentang pekerjaan yang dilakukan. Mengetahui apa yang memotivasi mereka akan membantu perusahaan membingkai harapan perusahaan dengan cara yang sesuai dengan tujuan karir mereka.

Kebutuhan yang tidak terpenuhi merupakan dasar utama bagi seseorang yang melakukan aktivitas pekerjaannya. Kebutuhan itu sendiri dipandang sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Kebutuhan yang tidak terpenuhi menyebabkan orang mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan itu. Rasa tidak senang dan ketegangan muncul ketika kebutuhan itu tidak terpenuhi. Oleh karena itu seseorang akan memilih suatu tindakan tertentu untuk mengurangi ketegangan dan tekanan-tekanan, sehingga timbul perilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan.

 

http://achmadyanu.com/?p=250

REALISME

Francisco de Goya (1746-1828) adalah tokoh yang sering dihubungkan dengan realisme dan romantisme. Goya memandang dunia ini tanpa ilusi. Ia tidak lari dari kenyataan, karyanya adalah refleksi dari keadaan yang ada di sekitarnya. Goya terkenal sebagai pelukis potret. Lukisan-lukisan potretnya sangat mengagumkan kelembutannya. Seperti pada karya potret istrinya “Josefa Bayeu” atau “Madame Goya” tahun 1798. Lukisannya yang terkenal adalah sepasang lukisan “Maja” (dibaca “maha”) yang bertelanjang dan berpakaian (1797-98). Selain dari Goya, pelukis realisme adalah Honore Daumier (1808-1979) diwujudkan lewat karya-karya karikaturnya dengan teknik lithografi dibuatlah tidak kurang dari 4000 karya karikatur baik untuk koran maupun untuk dirinya sendiri (Soedarso SP, 1990: 24-26).

Realisme adalah aliran seni yang berusaha untuk meniru bentuk di alam nyata semirip mungkin. Pada awal perkembangan seni lukis, realisme adalah tujuan utama untuk mendapatkan lukisan yang indah. Tokohnya Gustave Courbet (1819-1877) dan Jean François Millet. Jean François Millet adalah kelompok pelukis dari Barbizon (nama sebuah desa di dekat hutan Fontainebleau yang tidak jauh dari Paris). Gustave Courbet pernah berkata dengan pongahnya, ia mengatakan “Tunjukan Malaikat padaku dan aku akan melukisnya” yang mengandung arti bahwa baginya lukisan itu pada dasarnya adalah seni yang konkrit, menggambarkan segala sesuatu yang ada dan nyata. Dengan perkataan lain ia hanya mau mendasarkan seninya pada penyerapan pancainderanya saja (khususnya mata) dan meninggalkan fantasi dan imaginasinya. Ia hanya melukis apa adanya tidak kurang tidak lebih. Karya-karyanya pada tahun 1849 diantaranya: Habis makan di Omans (mendapat hadiah medali ke dua), Pemakaman di Omans atau sering disebut sebagai Pemakaman Romantikisme (Soedarso SP, 1990: 27).

Dalam situs http://id.wikipedia.org/wiki/Realisme_%28seni_rupa%29 dijelaskan bahwa Realisme di dalam seni rupa berarti usaha menampilkan subyek dalam suatu karya sebagaimana tampil dalam kehidupan sehari-hari tanpa tambahan embel-embel atau interpretasi tertentu. Maknanya bisa pula mengacu kepada usaha dalam seni rupa untuk memperlihatkan kebenaran, bahkan tanpa menyembunyikan hal yang buruk sekalipun. Realisme dalam seni rupa bisa pula mengacu kepada gerakan kebudayaan yang bermula di Perancis pada pertengahan abad 19. Namun karya dengan ide realisme sebenarnya sudah ada pada 2400 SM yang ditemukan di kota Lothal, yang sekarang lebih dikenal dengan nama India.

 

http://achmadyanu.com/?p=266